Dalam kehidupan sehari-hari terjadi banyak sekali perkembangan. Baik dalam pengetahuan, teknologi maupun dalam gaya pergaulan. Perkembangan itu bagi sebagian orang dianggap hal yang lumrah tetapi bagi sebagian yang lain menjadi masalah. Diantara perkembangan gaya bergaul itu adalah berpelukan/berciuman saat berjumpa. Jika dulu cukup dengan bersalaman, kini perjumpaan antar teman biasa dibarengi dengan pelukan/ciuman.
Dalam hal ini, sebenarnya telah jelas bahwa berpelukan/berciuman dengan selain muhrim lain jenis (laki-perempuan) hukumnya adalah haram. Baik disertai syahwat maupun tidak. Akan tetapi muncul masalah jika seseorang memeluk/mencium putra-putri atau ponakan yang telah dewasa karena meluapkan rasa rindu setelah lama tak berjumpa. Maka dalam hal ini perlu ada perincian – tafshil.
Apabila pelukan/ciuman itu dilakukan sebagai rasa haru karena lama tak berjumpa disertai rasa kasih sayang dengan kerabat dekat tetapi ia telah dewasa hukumnya adalah makruh.
Sebuah hadits menerangkan:
دخلت مع أبى بكر رضي الله عنه أول ماقدم المدينة فاذا عائشة ابنته رضي الله عنها زضطجعة قد أصابتها حمى فأتاها أبو بكر فقال كيف أنت يابنية؟ وقبل خدها
Artinya: pernah aku masuk bersama Abu Bakar ra. Pada mula-mula kedatangannya ke Madinah, maka tiba-tiba Aisyah puterinya telah berbaring diserang peyakit demam. Maka datanglah Abu Bakar seraya berkata “bagaimana keadaanmu wahai anakku?” dan Abu Bakar sambil mencium pipinya.
Hadits ini menunjukkan diperbolehkannya mencium pipi anak perempuannya yang telah dewasa. Meskipun hal ini makruh untuk dilakukan.
Dalam Syrah al-Adzkarun Nawawiyyah dalam Furuhatur Robbaniyyah bahwa
وأما المعانقة وتقبيل الوجه لغير الطفل ولغيرالقادم من سفر ونحوه فمكرهان نص على كراهتهما أبو محمد البغوي وغيرهرمن أصحابنا
Berpelukan dan mengecup muka sebagian selain kanak-kanak, dan bagi selain yang baru datang dari berpergian, maka adalah makruh hukumnya. Begitulah nash Al-Baghowi dalam menyatakan kemakruhannya.
قال رجل يارسول الله الرجل منا يلقى أخاه أوصديقه أينحنى له؟ قال: لا. قال أفيلتزمه ويقبله؟ قال: لا. قال: فيأخده بيده ويصافحه؟ قال : نعم. (رواه ابن مجه والترمذى)
Artinya: berkata seorang laki-laki ya Rasulullah. Jika seorang dari kita berjumpa dengan saudaranya atau temannya apakah sebaiknya ia membungkuk? Rasul menjawab ”tidak”, ataukah barangkali di pelukny atau kecupnya? Rasul kembali menjawab “tidak”, ataukah diambil tangannya dan disalaminya? Rasul baru menjawab “ya, betul” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Maka bagaimanapun perkembangan dalam sebuah pergaulan hendaknya memiliki pegangan yang dapat digunakan sebagai patokan. Sehingga kita sebagai seorang muslim dapat menjaga iman kita agar selalu meningkat. Karena sejatinya iman itu terkadang bertambah dan terkadang berkurang pula. []
NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jika ada kesulitan,permasalahan prihal tulisan diatas atau kritik serta saran, kami mohon agar komentar di bawah ini. atas nama redaksi mohon maaf atas kekurangannya. pepatah lama mengatakan"tiada gading yang tak retak".